Radiometer
Radiometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas energi radiasi. Mayoritas radiometer hanya menggunakan sensor fotosel tunggal. Untuk mengukur radiasi yang dipancarkan dari spektrum tertentu atau untuk memasukkan radiometer ke dalam respons spektral tertentu, filter optik biasanya digunakan. Pemfilteran optik semacam itu menawarkan solusi yang lebih sederhana dan hemat biaya.
Aplikasi industri radiometer terutama melibatkan pengukuran radiasi dan radiasi. Untuk mengukur emisi radiasi dari sumber, pengukuran pancaran biasanya digunakan. Di sisi lain, jika tingkat paparan menjadi perhatian, maka dilakukan pengukuran radiasi atau radiasi terpadu.
Aplikasi Radiometer
Radiometer umumnya digunakan dalam industri untuk mengukur cahaya yang berada di luar spektrum tampak, yaitu ultraviolet dan inframerah. Sinar ultraviolet (UV) banyak digunakan di industri untuk berbagai aplikasi, misalnya,
- Menyembuhkan photoresists dalam pembuatan semikonduktor
- Menyembuhkan emulsi untuk pencetakan atau pembuatan pelat
- Pengujian tahan luntur warna
- Aplikasi biologis
Untuk melakukan pengukuran UV dengan radiometer, baik pengukuran pancaran maupun penyinaran, respons spektral (rentang panjang gelombang dan panjang gelombang puncak) harus ditentukan agar sesuai dengan aplikasi spesifik.
Selain UV, energi infra merah juga merupakan parameter umum dalam bidang pengukuran radiometrik. Pengukuran inframerah berguna karena semua material memancarkan radiasi inframerah sesuai dengan energi panasnya. Termometer inframerah menggunakan prinsip pengukuran pancaran sinar inframerah untuk menentukan suhu suatu benda dengan cara non-kontak. Oleh karena itu, radiometer inframerah semacam itu juga dikenal sebagai “Termometer Radiasi”. Filter berbeda dengan respons spektral spesifik digunakan untuk aplikasi dan rentang suhu berbeda. Untuk rincian lebih lanjut tentang pengukuran suhu dengan deteksi inframerah, silakan merujuk ke publikasi kami tentang ‘Keajaiban Suhu’.
Fotometer
Fotometer dapat didefinisikan sebagai instrumen untuk mengukur cahaya tampak. Pengukur luminansi dan iluminasi adalah fotometer yang paling umum dan mudah tersedia sebagai sistem siap pakai. Pengukur fluks cahaya dan pengukur intensitas cahaya tidak tersedia secara luas dan biasanya harus disesuaikan dengan aplikasi pengukuran cahaya tertentu karena geometri pengukuran yang terlibat.
Perbedaan mendasar antara radiometer dan fotometer adalah fotometer harus merespons cahaya seperti pengamat standar CIE. Dengan kata lain, respons spektral fotometer harus mengikuti kurva Fungsi Luminositas Standar CIE V*.
Sensor
Sensor fotometer, yang menentukan kesesuaian dengan kurva CIE V*, sangat penting untuk kinerja fotometer yang akurat. Sensor non-filter dan filter telah digunakan dalam fotometer.
Sensor tanpa filter, seperti selenium dan kadmium sulfida, mewarisi respons spektral alami yang mendekati kurva V*. Namun, penyimpangannya dari kurva V* membuatnya tidak praktis untuk pengukuran fotometri yang akurat dan lebih umum digunakan dalam aplikasi sakelar lampu otomatis. Kebanyakan fotometer berfilter modern menggunakan dioda foto silikon yang menggabungkan filter optik di depan sensor sehingga transmisi filter dan respons spektral sensor dapat digabungkan agar sesuai dengan kurva CIE V*.
CIE menyadari perlunya metode yang bermakna dan dapat diterapkan secara internasional dalam menentukan kualitas sensor fotometrik. Oleh karena itu, nilai f1 dikembangkan untuk tujuan ini. Nilai f1, ditentukan dalam persentase kesalahan, mewakili derajat kesesuaian respons spektral relatif dengan kurva CIE V*.
Metode Kalibrasi
Selain nilai f1, metode kalibrasi fotometer juga merupakan faktor penting dalam menentukan kesesuaiannya untuk aplikasi tertentu. Misalnya, fotometer dengan nilai f1 yang relatif besar masih dapat mencapai akurasi yang baik bila sumber cahaya yang diukur dan lampu standar yang digunakan selama proses kalibrasi serupa. Ada dua metode dasar untuk mengkalibrasi fotometer. Cara pertama dan paling umum adalah menggunakan lampu standar (biasanya lampu tungsten). Lampu ini tersertifikasi dan dapat ditelusuri ke laboratorium/lembaga berstandar nasional. Fotometer akan disesuaikan hingga pembacaan pengukuran sesuai dengan keluaran resmi lampu standar. Metode kalibrasi kedua adalah dengan menggunakan detektor standar. Detektor tersebut memiliki sensor internal yang respons spektralnya sangat cocok dengan kurva CIE V*. Dalam kalibrasi seperti itu, lampu tetap diperlukan tetapi keluarannya dapat bervariasi namun harus stabil. Detektor standar pertama- tama mengukur keluaran lampu, dan digantikan oleh fotometer dan akan disesuaikan hingga pengukuran memberikan pembacaan yang sama dengan detektor standar. Detektor tersebut juga dapat disertifikasi dan dapat ditelusuri ke standar nasional.
Faktor Koreksi Warna
Koreksi kombinasi detektor-filter terhadap kurva CIE V* umumnya buruk pada akhir rentang spektral tampak. Oleh karena itu, suhu warna lampu yang digunakan selama kalibrasi sangatlah penting. Karena sebagian besar fotometer dikalibrasi dengan lampu tungsten, pengukuran lampu pijar, lampu sorot halogen, dan sinar matahari umumnya memberikan akurasi yang baik. Namun, fotometer ini tidak cocok untuk pengukuran cahaya monokromatik atau pemancar pita sempit, misalnya LED biru dan putih. Kesalahan pengukuran juga akan signifikan pada lampu lucutan, misalnya tabung luminesen, yang menunjukkan puncak yang jelas (yaitu garis spektral) pada spektrum tampak.
Karena alasan ini, fotometer modern telah memasukkan fitur Faktor Koreksi Warna untuk mengkompensasi kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan respons spektral antara sensor dan kurva CIE V*. Nilai CCF dapat dihitung ketika respons spektral sensor dan distribusi daya spektral sumber cahaya diketahui. Metode alternatif dan lebih mudah adalah dengan mentransfer data pengukuran standar primer (misalnya data yang diambil dari spektroradiometer) ke fotometer dengan memvariasikan nilai CCF. CCF juga dapat digunakan sebagai fitur kalibrasi pengguna, yang sangat berguna jika ketertelusuran standar internal diperlukan.
Aplikasi Fotometer
Ada banyak pengukuran cahaya yang harus dilakukan. Tidak mengherankan, kesalahan penerapan instrumen fotometrik oleh pengguna dapat menjadi sumber kesalahan yang umum. Bagi banyak pengguna, kendala utama pengukuran cahaya yang efektif adalah kurangnya pemahaman tentang karakteristik jenis pengukuran yang diperlukan. Upaya untuk mengkonversi antar unit akan menyebabkan kesalahan besar. Misalnya, kesalahan paling umum yang ditemui adalah mencoba menggunakan pengukur iluminasi (lumen/m2) untuk menentukan fluks cahaya (lumen), atau menggunakan pengukur pencahayaan (candela/m2) untuk menentukan intensitas cahaya (candela). Ada empat instrumen fotometrik utama, yaitu pengukur luminansi, pengukur pencahayaan, pengukur fluks cahaya, dan pengukur intensitas cahaya.